Beriman Kepada Allah
Pengertian Iman kepada
Allah Swt dalam Ajaran Islam
Iman
dalam pengertian yang sederhana berarti percaya atau yakin. Dalam pengertian
yang luas, iman berarti membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
membuktikan dengan amal perbuatan. Berdasarkan pengertian cukup luas ini, iman
kepada Allah Swt., dapat diartikan dengan meyakini dalam hati bahwa Allah Swt.,
ada (wujud) dengan segala sifat, nama, kekuasaan, keagungan, dan
kesempurnaan-Nya. Keyakinan ini diikuti pula dengan ikrar lisan dan amal
perbuatan secara nyata. Orang yang beriman disebut mukmin[1].
Seseorang
yang meyakini Allah Swt., sebagai Tuhannya, ia setiap saat menyadari bahwa
segala sesuatu yang dikerjakannya pasti diketahui oleh Allah Swt., dengan
demikian, orang tersebut selalu berusaha agar yang ia kerjakan mendapatkan
keridaan di sisi-Nya. Hal ini karena keimanan kepada Allah Swt., harus meliputi
tiga unsur, yaitu: Keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan, dan pembuktian
dengan anggota badan. Jika ada seseorang yang hanya meyakini dalam hati
terhadap keberadaan Allah Swt., tetapi tidak membuktikannya dengan amal
perbuatan serta ikrar dengan lisan, berarti keimanannya belum sempurna.[2]
Iman
kepada Allah Swt, juga merupakan rukun iman yang pertama dan utama. Umar bin
Khattab menjelaskan bahwa Rasulullah SAW., pernah bersabda, ”Iman ialah bahwa
engkau beriman kepada Allah Swt., kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya,
kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari kiamat, kepada qadar yang baik dan yang
buruk.” (H.R. Muslim). Berdasarkan hadits tersebut, sebelum kita mengimani
kepada yang lain, harus memiliki keteguhan iman kepada Allah Swt. Allah Swt.
adalah Tuhan yang menciptakan, mengadakan, dan menghancurkan ciptaanNya. Kita
sebagai makhluk-Nya harus beribadah kepada Allah Swt. tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun.
Beriman Kepada Allah
Merupakan Arkanul Iman atau ”Rukun Iman”
Arkanul
iman meliputi pokok-pokok kepercayaan dalam ajaran Islam. Kata Arkanul. Kata
“Arkanul” adalah bentuk jamak dari kata “rukun” yang berarti “tiang” sedangkan
kata “iman” berasal dari kata “amanah” yang berarti mempercayai; jadi iman
artinya kepercayaan. Dengan demikian “arkanul” merupakan “tiang-tiang iman”
atau “tiang-tiang kepercayaan” yang kepadanya umat Islam harus percaya. Arkanul
iman secara singkat disebut sebagai rukun iman yang terdiri dari enam pilar.
Antara lain;[3]
1.
Yakin akan Allah yang Maha Esa (Tauhid).
2.
Yakin akan malaikat-malaikat.
3.
Yakin akan kitab-kitab Suci.
4.
Yakin akan rasul-rasul Allah.
5.
Yakin akan akhirat.
6.
Yakin akan akhirat.
7.
Yakin akan takdir.
Pokok-pokok
iman rukun inilah tertulis dalam
Alquran. Keenam pokok rukun ini merupakan satu kesatuan sistematis yang
membentuk seluruh azas ajaran Islam. Keyakinan akan Tauhid menjadi prinsip yang
utama yang menjadi dasar dan pondasi dari seluruh keyakinan yang ada.
Satu
kesatuan itu yang bisa dikatakan sebagai aqidah yang berarti sebuah simpul atau
sebuah ikatan artinya hal wajib yang harus diyakini dan tidak boleh sedikitpun
diragukan kebenarannya. Ini juga bisa dikatakan sebagai dogma atau
ajaran-ajaran pokok dalam ajaran Islam.[4]
Beriman kepada Allah yang
Mahaesa (Tauhid)
Sebelum
kita menerangkan akan hal ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui asal usul
nama Allah atau kata Allah. Kata “Allah” dalam bahasa Arab berasal dari kata;
“Al” dan “Ilah” kata “Al” adalah kata sandang yang bisa disamakan dengan kata
“the” dalam bahasa Inggris. Sedangkan kata “Ilah” berarti “yang kuat”, dewa.
Dalam kazanah bahasa-bahasa Semitik, kata “Ilah” menunjuk pada suatu kuasa yang
berada di luar jangkauan manusia yaitu para dewa. Kata “Al-Ilah” menjadi
“Allah” yang artinya satu-satunya “Allah”. Muhammad memberi makna baru pada
istilah tersebut. Dan yang membebaskan penggunaan nama ini dari segala pengaruh
kekafiran (Jahilliyah Arab). Yang mau ditekankannya dari nama ini adalah
menyangkut keesaan Allah yang mutlak. Sebagai nama Tuhan yang diperkenalkan
Muhammad.[5]
Allah
itu hanya satu, sebagai pencipta, sebagai pemilihara jagat-raya yang Maha
Kuasa, yang Maha Mengetahui, hakim terakhir dari umat manusia. Keyakinan inilah
yang disebut dengan tauhid dalam ajaran Islam. Kata Tauhid berarti mengesakan,
yang menunjuk pada hal mengesakan Allah (Tauhidullah) artinya Allah itu Tuhan
yang Esa, Tunggal atau satu yang dalam ungkapan resmi disebut ketuhanan yang
Mahaesa. Penekanan akan tauhid ini, terdapat jelasa dalam syahadat Islam yang
pertama “La ilâh illa al-ilâh” yang berarti tiada tuhan selain Allah. Tiada
satupun yang patut disembah selain Allah. Ini merupakan dasar atau pusat dari
dogma dari ajaran Islam yang utama. Dan ini menjadi tema sentral dalam Alquran.
Itu terdapat dalam Surah.[6]
Ketaatan
pada keesaan Allah itu dikenal dalam dua kategori tauhid. Yang pertama tauhid
rubũbiyah dan tauhίd
ubũbiyah. Tauhid yang pertama adalah keyakinan akan keesaan Allah sebagai
satu-satunya Pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala isinya. Sedangkan
tauhid yang kedua adalah ketaatan dan penyembahan yang tunggal dan langsung
kepada Allah sebagai satu-satunya yang berhak menerima pujian hormat dan sembah
dari segala mahluk ciptaan.[7]
Sifat-sifat dan Nama
Allah[8]
Terdapat
tiga cara yang dipakai untuk menyebut sifat-sifat Allah sehubungan dengan
keesaannya. Ketiga cara tersebut yakni;
1.
Sifat dengan predikat Maha.
Sifat-sifat yang ada pada manusia dipakai, tetapi yang dibedakan secara mutlak
dengan memberikan predikat Maha. Contoh, kaya-maha kaya, maha-bijaksana dan
seterusnya.
2.
Dengan jalan pengingkaran. Sifat-sifat
manusia dipakai dalam bentuk pengikaran untuk menunjukkan kemutlakan Tuhan.
Misalnya, Tuhan tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak memperanakkan, tidak
makan, tidak berawal dan tidak berakhir.
3.
Jalan pertentangan, sifat-sifat manusia
dikontradiksikan. Contoh Tuhan melihat tetapi tidak dengan mata. Tuhan berkata
tetapi tidak dengan lidah. Tuhan ada tetapi tidak diadakan. Dari ketiga
sifat-sifat ini, terdapat sifat-sifat wajib Allah dan sifat-sifat mustahil
Allah.
Hal-hal
ini dibuat agar kita dapat mengenal dan memahami kebesaran Allah. Dalam
Al-quran ditegaskan bagaimana umat Islam diarahkan untuk mengakui kebesaran
Allah itu melalui sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Dengan melihat sifat-sifat
Allah tersebut kita juga akan mengenal nama-nama yang direpresentatifkan
terhadap-Nya. Muhammad menekankan kepada umatnya untuk melafalkan nama-nama
Allah itu dalam ajarannya. Inilah yang disebut dengan al-asma dan al-Husna)
dengan menyebutkan nama Tuhan seseorang diharapkan terhindar dari segala macam
bahaya, menghilangkan kesusahan. Menurut Hadis yang terpercaya siapa yang
mengetahui, menghitung, dan memelihara nama-nama Tuhan, maka dia akan masuk
Surga.
Pada
umumnya diyakini dalam Alquran terdapat Sembilan puluh Sembilan nama Allah. Ke
Sembilan puluh Sembilan Al-asma al-husna di dalam Alquran diarahkan untuk
menggunakan nama-nama tersebut. Ke Sembilan puluh Sembilan nama Allah hanya
diketahui oleh manusia. Dan satu nama masih dirahasiakan. Di antara sifat-sifat
dan nama-nama Allah tersebut ada beberapa nama dan sifat yang paling penting yakni:[9]
1.
Al-rahman
dan Al-rahim (Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang).
Dalam Alquran nama ini sering disebut. Dalam konsep Islam, Allah diyakini
sebagai yang Maha Pengasih dan Penyayang yang bersikap baik daripada seorang
ibu kepada anaknya. Dalam konsep ini Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang ini dimaksudkan dalam kontek ketika orang bertobat, Allah diyakini
sebagai Allah yang mengampuni.
2.
Al-Malik
(Raja atau pemilik segala Kuasa) Allah adalah pemilik dari segala
yang ada seluruh jagat-raya dan segalam isinya adalah kepunyaan-Nya. Dia adalah
Raja dari segala yang ada itu. Tidak hanya di dunia bahkan pada akhir zaman
pun.
3.
Al-Quddus
(Mahakudus). Allah Yang Maha Kudus Kesucian-Nya
tidak dapat disamakan dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Dari kekal sampai kekal Dia
tetap kudus adanya.
4.
Al-Adil
(Maha Adil). Sifat Allah yang kedua yang tidak
kalah adalah dengan sifat-Nya yang Maha Adil. Allah yang Maha Adil Allah tampak
ketika manusia menghadapi akhir zaman. Allah akan mengadili manusia menurut
perbuatan-perbuatannya selama ia menjalani hidup di dunia.
5.
Al-Khalik
(Pencipta) Allah itu pencipta segala sesuatu
yang ada baik di Surga dan di bumi. Baik di Timur dan di Barat. Allah menjadi
sumber segala-galanya. Dalam Alquran sangat jelas sekali dilukiskan mengenai
kisah-kisah penciptaan-Nya.
6.
Al- Nur
(Terang) Allah
merupakan pencipta langit dan bumi dan Dia adalah sekaligus terangnya. Allah
sebagai terang menuntun manusia ketika manusia berjalan dalam kegelapan dan
kebingungan. Allah sebagai terang menerangi segalanya. Maka kemanapun wajah
manusia mengarah ke situ ia akan melihat wajah Allah. Hal ini terdapat dalam
Al-quran. Di situ dinyatakan bahwa mereka yang berkehendak memadamkan cahaya
(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan mereka), dan Allah tidak menghendaki
selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak “menyukainya”
(9: 32;3:61:8)
7.
Allah
Yang Maha Kuasa.Ada begitu banyak sifat Allah lain,
termasuk yang paling dominan adalah kemahakuasaan-Nya yang dinyatakan dalam
Al-quran. Allah menuntun mereka kepada yang dikehendaki-Nya atau Allah berbuat
apa saja sesuai dengan yang dikehendaki-Nya atau yang sukai-Nya. Segala
sesuatu ada dalam kuasa dan rencana-Nya. Ini adalah satu cara untuk menyatakan
cara bahwa Allah adalah “tuan” atas dunia ini dan berkuasa atas segalanya.
Secara
lengkap kesembilan puluh Sembilan nama Allah itu yakni;[10] Ar-Rahman
(Allah Maha Pengasih), Ar- Rahim (Allah maha penyayang), Al-Malik
(Maharaja yang Mahakuasa), Al-Quddus (Allah Mahasuci), As-Salim
(Allah Maha sejahtera), Al-Mu’Min (Maha Terpercaya), Al-Muhaimin (Maha
Memilihara), Al-Aziz (Maha Perkasa), Al-Jabbar (Yang Kehendak-Nya
tidak teringkari), Al-Mutakabbir (Maha Memiliki Kebesaran), Al-Khaliq (Maha
Pencipta), Al-Bari (Maha Pembuat dari yang tidak ada), Al-Mushawwir
(Maha Pembentuk), Al-Ghaffar (Maha Pengampun), Al-Qahhar (Maha Perkasa),
Al-Wahhab
(Maha Pemberi), Ar- Rafi (Maha Meninggikan Derajat), Al-Mu’iz (Maha Pemberi
Kemuliaan), As-Sami (Maha Mendengar), Al-Bashir (Maha Melihat), Al-Hakam
(Maha Memutuskan Hukum), Al-Adl (Maha Adil),
Al-Lathif (Mahalemah-lembut), Al-Khabir (Mahawaspada),Al-Halim(MahaPenyantun),Al-Azhim(Mahaagung),Al-Ghafur(Maha
Pengampun), Asy-Syakur (Maha Pembalas Budi), Al-Aliy (Maha Tinggi), Al-Kabir
( Maha Besar), Al-Hafids (Maha Pemelihara), Al-Muqid (Maha Pemberi
Kecukupan), Al-Hasib (Maha Penjamin), Al-Jalil (Maha luhur), Al-Karim
(Maha Pemurah), Ar-Raqib (Maha Mengawasi), Al-Mujib (Maha Pengabul), Al-Wasi
(Mahaluas Karunia-Nya), Al-Hakim (Maha Bijaksana), Al-Wadud
(Maha Mencintai), Al-Majid (Maha Mulia), Al-Ba’its (Maha Membangkitkan), Asy-Syahid
(Maha-Menyaksikan), Al-Haqq (Maha benar), Al-Wakil (Maha Melindungi), Al-Qawiyyu
(Mahakuat), Al-Matin (Mahakokoh), Al-Waliy (Maha Melindungi), Al-Hamid
(Maha Terpuji), Al-Muhshy (Maha Menghitung), Al-Mubdi-u (Maha Pemula),
Al-Mu’id
(Maha Mengembalikan), Al-Muhyiy (Maha Menghidupkan), Al-Mumit
(Allah Mematikan), Al-Hayy (Mahahidup/ Yang Hidup), Al-Qayyum
(Maha Memenuhi), Al-Wajid (Mahamulia), Al-Wahid (Mahatunggal), Al-Ahad
(Mahatunggal), Ash-Shamad (Maha Dibutuhkan), Al-Qadir (Mahakuasa),
Al-Muqtadir (Maha Menentukan), Al-Muqaddim (Maha Mendahulukan), Al-Mu’akhir
(Maha Mengakhiri), Al- Awwal (Maha Pertama), Al-Akhir (Yang Terakhir), Al-Zahir
(Mahanyata Kekuasaan-Nya), Al-Bhatin (Maha Tersembunyi), Al-Waliy
(Maha Memerintah), Al-Muta’al (Mahatinggi), Al-Barr (Maha Dermawan), At-Tawwab
(Maha Penerima Tobat), Al-Muntaqim (Maha Penyiksa),
Al-Afuw (Maha Pemaaf), Ar-Rauf (Maha Pelimpah Kasih), Malik
al-mulk (Maharaja atas segala raja), Zu al-jalal wa al-Ikram
(Pemilik Keluhuran/Kemurahan),Al-Muqsith(Mahaadil/Menimbangdenganadil),AlJam(Mahapenghimpun),
Al-Ghaniy
(Mahakaya), Al-Mughniy (Maha Pemberi Kekayaan), Al-mani (Maha Mencegah), Adh-Dhar
(Maha Memberi Derita/Bahaya/Celaka), An-Nafi (Maha Pemberi), Al-Nur
(Maha Pemberi), Al-Hadiy (Maha Pemberi Petunjuk), Al- Badi (Pencipta
Keindahan), Al-Baqiy (Mahakekal), Al-Warits (Maha Mewarisi), Ar-Rasyid
( Maha Tepat Tindakan-Nya), Ash-Shabar (Maha Penyabar).
Penutup
Ajaran
tentang beriman kepada Allah yang Esa merupakan bagian dari rukun Islam yang
utama. Hal ini terdapat dalam Al-quran.
Allah itu satu dan Ia Mahabaik dan Mahakuasa. Cukup dengan melihat tanda-tanda
pada alam sekitar manusia. kita dapat sampai pada konsep dan pemahaman
tersebut. Kuasa Allah nyata pertama,
dalam ciptaan. Ilah orang kafir tidak sanggup menciptakan apa-apa. Dengan
demikian Allah hadir sebagai pencipta yang mutlak.
Allah
Mahaesa, satu dan tiada allah selain Dia (la ilah illa al-ilah) maka kedurkaan
yang paling besar ialah shirik. Memberi teman kepada Allah, mempersekutukan
yang lain kepada Allah. Terhadap orang yang menyembah lebih daripada satu Allah
dan tidak layak baginya untuk mengambil anak. Sebab apa yang ada di langit dan
bumi adalah kepunyaan-Nya. Allah bukan tiga, tetapi satu. Tidak ada Tuhan
beserta-Nya. [11]
Dalam
konsep Al-quran, kita telah melihat dan menemukan sifat dan nama bagi Allah.
Hal itu menunjukkan kepada hakekat Allah sendiri. Masing-masing nama dan sifat
itu menunjukkan satu segi/karekater Allah, seperti contoh, Ar-Rahman yang maha
pengasih yang dipakai dalam bismilah diawal setiap surat. Bersama dengan
AL-Rahim yang maha penyayang. Al-asma ul-usna, nama-nama indah
itu, dikumpulkan dalam satu daftar yang terdiri atas Sembilan puluh sembilan
nama yang disebut dalam Al-quran dan diucapkan dengan bantuan tasbih.
Dalam
Al-quran ditegaskan bahwa, Allah satu-satunya yang berkuasa dan tidak terjadi
apapun selain dengan ijin Allah. Allah mengatur hidup manusia, inilah konsep
teologi Islam yang terdapat dalam Al-quran, yakni bagaimana kekuasaan Allah
diperdamaikan dengan kehendak bebas manusia. Dengan memahami Al-quran, kita
senantiasa diberikan petunjuk atau jalan yang harus ditempuh untuk sampai
kepada iman akan Allah yang Esa itu.
Al-quran menegaskan keyakinan
agama Islam kepada Allah yang Esa, yang dapat menghantar manusia kepada dunia
akhirat dan Muhammadlah yang menjadi jalan bagi orang-orang yang percaya kepada
Allah.Tujuan itu menegaskan bahwa kebenaran menyangkut peran dan tugas kenabian Muhammad.
[2] Nicolas J Woly, Saudaraku Di Serambi Iman yang harus Ku Kenal, (Kupang: Gita Kasih,
2010). hlm. 163-164.
[5] M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi-Asma Al Husna Perspektif Quran (Jakarta,
2000), hlm 3-4.
Komentar
Posting Komentar