Beriman Kepada Hari Akhir


Aqidah Islam yang terakhir yaitu percaya akan adanya qiamat yaitu pengadilan serta adanya surga dan neraka. Islam mengajarkan bahwa akan ada kehidupan pada akhir zaman, dan setelah kematian ini akan ada kehidupan lagi yang disertai dengan pengadilan terakhir yaitu menerima ganjaran atau hukuman. Orang baik akan dimasukan ke surga sedangkan orang jahat di masukan kedalam neraka.  Menurut Qur’an, mati bukanlah akhir dari hidup manusia; mati hanyalah satu pintu untuk memasuki hidup yang lebih tinggi. Quran mengatakan “ lihatlah bagaimana Kami membuat sebagian mereka melebihi sebagian yang lain” (17:221).[1]

Pentingnya Iman kepada Hari Akhirat

Beriman kepada hari akhir dianggap penting karena semakin besar kepercayaan orang bahwa perbuatan baik atau buruk akan mendapat balasan, maka semakin besar pula kekuatan yang mendorong manusia untuk  melakukan atau menjauhi suatu perbuatan. Beriman kepada akhirat menyadarkan orang bahwa setiap perbuatan pasti ada ganjarannya baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Hal ini terus-menerus diingatkan kepada kaum muslimin dengan tujuan untuk memotivasi orang-orang beriman atau membangkitkan kesadaran akan kehidupan di akhirat agar hidup dengan sungguh-sungguh lagi. Dari uraian di atas, nampak sekali bahwa beriman kepada hari akhir bukanlah suatu dogma yang diharuskan agar memperoleh keselamtan di akhirat melainkan untuk membuat orang lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengejar kebaikan.[2]

Alam Barzakh

Barzakh berarti keadaan seseorang dalam jangka waktu antara mati dan Hari Kiamat. Alam antara mati dan Hari Kiamat juga disebut alam qubur. Alam qubur atau barzakh ini diyakini sebagai suatu alam di mana setiap orang akan mampir di sana setelah mati sebelum terjadi hari kiamat.
Selain penjelasan tentang perkembangan jasmani manusia di dalam Qur’an yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu dari sari tanah, menjadi janin, lalu lahir menjadi bayi (Qur’an 23:12-14),Qur’an juga menjelaskan bahwa tiga tingkatan pula perkembangan rohani manusia yaitu kehidupan rohani semasa ia di dunia sebagai tingkat pertama, kedua yaitu alam barzakh sesudah kematian dan perkembangan terakhir yaitu Hari Kiamat, perkembangan yang terkahir ini merupakan perkembangan yang sesungguhnya, yaitu kesadaran terhadap Kebenaran Hakiki. Alam barzakh ini orang jahat akan mulai merasakan hukuman akan perbuatan jahatnya, sedangkan orang yang baik akan mulai merasakan perbuatan baiknya setelah ia meninggal dunia (Bu. 3:168-169). Keadaan alam barzakh ini seolah-olah alam setengah sadar dimana orang yang berada disini akan sadar apa yang telah mereka perbuat. Itulah sebabnya mengapa alam ini disamakan dengan keadaan tidur.[3]

Buku Catatan Perbuatan

Dan engkau akan melihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat akan dipanggil untuk menerima kitabnya. Pada hari ini kamu akan dibalas tentang apa yang kamu lakukan” (45:28). Buku catatan perbuatan berarti akibat dari perbuatan yang pernah dilakukan oleh suatu umat. Jadi terang sekali bahwa yang dimaksud bukanlah satu buku seperti pengertian kita pada buku sekarang ini. Kata kitab tidak selalu berarti kumpulan lembaran-lembaran yang ditulis melainkan catatan perbuatan baik dan buruk Allah akan memelihara perbuatan itu dan memberi ganjaran kepada yang berbuat baik. Buku catatan perbuatan itu yakni batin manusia, di dunia ini tersembunyi dari penglihatan mata.

Jannah atau Surga

Kehidupan akhirat ada dua yaitu hidup di Surga bagi mereka yang kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya dan hidup di Neraka bagi mereka yang keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya. Kata Jannah dalam kata sehari-hari disebut taman. Tetapi kata jannah dalam arti surga memiliki arti yang dalam karena surga itu indra jasmani pun belum pernah melihat nikmatnya Surga.
Surga itu mempunyai tingkatan-tingkatan, nama-nama dan mempunyai beberapa pintu, demikian juga halnya dengan neraka. Tingkatan itu menunjukan besarnya tingkatan ganjaran atau hukuman yang diterima penghuninya.

Nikmat Surga

Gambaran situasi Surga menurut Al-Qur’an yaitu: Seluas langit dan bumi (Ali Imran, 133), penuh buah-buahan segar yang lezat ( Al-Waqi’ah, 32-33), rumahnya seperti istana dengan sungai jernih mengalir di bawahnya (Al-Furqan, 10), dihampari permadani (Al-Ghasyiyah, 16), dengan ranjang yang terbuat dari emas dan permata (Al-waqi’ah, 15), dengan kasur yang tebal dan empuk (Al-Waqi’ah, 34), dengan bantal-bantal yang tersusun (Al-Ghasyiyah, 15), terdapat sungai anggur dan madu (Muhammad, 15). Sedangkan keadaan penghuni Surga yaitu: memakai sutera halus dan tebal (Ad-Dukhan, 53), pakaian sutera itu berwarna hijau (Al-Insan, 21), memakai perhiasan emas dan mutiara (fathir, 33), memakai gelang perak (Al-Insan, 21), bisa mendapatkan apasaja yang ia kehendaki (Yaa Sin, 57), dikelilingi pelayan muda, mereka seperti mutiara (Al-insan, 19), ditemani oleh bidadari (Ad-Dukhan, 54), bidadari itu bermata jeli (Al-Waqi’ah, 22), bidadari itu putih jelita dan putih bersih (Ar-Rahman, 72)[4]. Menurut Maulana Muhammad Ali, Semua gambaran mengenai surga merupakan satu tamsil atau perumpamaan, dan bukan keadaan yang sesungguhnya seperti rejeki (rizki) atau buah-buahan yang ada di dunia[5]. Semua pernyataan ini disebutkan dalam Al-Qur’an, tetapi para komentator membahas hal ini tanpa mendapat suatu kepastian atau ketegasan. Sebagian kecil orang berpendapat bahwa deskripsi tentang surga hanyalah sebagai simbol tetapi kebanyakan dari mereka menerjemahkannya secara literal.[6]
Salah satu nikmat surga disebut zhil artinya naungan atau tempat teduh. Qur’an mengatakan: “mereka dan istri mereka berada di tempat teduh (36:56). Sesungguhnya orang yang bertaqwa berada di bawah teduh dan air mancur” (77:41). “ berjalan ke naungan yang mempunyai tiga cabang” (77:30). Contoh yang lain adalah rizqi artinya rezeki. Tetapi yang dimaksud bukanlah rezeki jasmani seperti di dunia ini. Adapun yang dimaksud ialah rezeki yang diperlukan guna memberikan makanan rohani.

Neraka

Di dalam Al-Qur’an tempat kesengsaraan di ahkirat kelak diungkap kandengan kata al-nar,yang yang mengandung dua pengertian “api dan neraka”. Pengertian api, dapat dipahami di dalam (QS. Al-Baqarah, 2:174), yang berbunyi: “Mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) kedalam perutnya melainkan api”, maksudnya bahwa ketamakan akan membakar mereka. Sedangkan pengertian neraka, dapat dipahami di dalam (QS. Al-Baqarah, 2:39), “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu penghuni neraka.”[7] Maka api yang dimaksud adalah api neraka yang membakar sikap tamak manusia. Dalam Al-Qur’an, neraka dilukiskan dengan tujuh  macam nama, yang oleh sebagian ulama jumlah nama itu diartikan sebagai jumlah tingkat atau tujuh macam neraka.
Pada umumnya disebut tujuh tingkatan yaitu:Tingkatan paling atas yakni Jahannam, dari kata jihinnam berarti “dalam sekali dan tak terjangkau,”Sa’ir, dari kata sa’r artinya “nyala api yang menyebabkan kesengsaraan,”Huthamah, yang berarti “nyala api yang besar,”Lazhzha, artinya “nyala api,”Saqar, dari akar kata zaqara yang berarti “terik matahari yang menghanguskan,”Jahim, sebutan ini berasal dari kata jahm yang berarti “api yang menghanguskan.”Hawiyah, artinya “jurang yang amat dalam.” Hawiyah inilah tingkatan yang paling bawah dan paling panas.[8]

Neraka adalah Perwujudan Tindakan Manusia Di Dunia

Pengertian mengenai (jatuh dari tempat yang amat tinggi, hangus terbakar dan hancur lebur), merupakan perwujudan atau manifestasi dari kejahatan manusia di dunia. Misalnya: menuruti hawa nafsu duniawi akan berubah menjadi api yang menyala-nyala. Nafsu kebinatangan, menjadikan dirinya jatuh kedalam jurang yang amat dalam. Dengan demikian sangat jelas bahwa neraka merupakan perwujudan dari segala realitas yang terpendam di dunia. Segala realitas itu, akan terbuka dihadapannya saat hari kebangkitan, sehingga ia akan melihat seterang-terangnya segala akibat perbuatannya, siksaan batin dan perasaan pedih yang tidak terasa di dunia.[9]Wujud atau gambaran neraka tidak hanya berupa api, melainkan: Ada pohon yaqqum yang berbuah kepala setan, pohon berduri, rantai dan belenggu untuk menyiksa dan cambuk-cambuk dari besi. Sehingga keadaan penghuni neraka seperti berpakaian dari api, memakan darah dan tanah, minum air panas dam terus-menerus dicambuki.[10]

Kekekalan VS Kefanaan Siksa Neraka

1.      Pandangan mengenai kekekalan siksa neraka.
Qur’an suci menerangkan sehubungan dengan kekekalan surga dan neraka, digunakan kata-kata khulud ­dan abadan. Kata khulud digunakan sebanyak-banyaknya untuk menyatakan kekekalan neraka.[11] Kata abadan diartikan selama-lamanya, kata kerjanya ta’abbada, artinya sesuatu yang tetap ada atau tetap ada sampai lama sekali.[12]
2.      Pandangan mengenai kefanaan siksa neraka, melalui beberapa hadits:
a.         Hadist tentang Syafaat, yaitu permintaan agar dosa dan kesalahan dihapuskan[13].
“Maka Dia keluarkan mereka lalu memasukan mereka ke surga. Tidak ada yang tersisa lagi di neraka selain orang-orang yang ditahan Al Qur’an, yaitu yang sudah difonis kekal di dalamnya” (Bukhari).
b.        Hadist tentang penghuni neraka.[14]
“Adapun penghuni neraka yang memang penghuninya, maka mereka tidak akan mati didalamnya, juga tidak hidup. Akan tetapi ada juga orang yang mencicipi neraka karena dosa-dosa mereka, atau katakanlah karena kesalahan-kesalahannya, Allah mematikan mereka sampai mereka menjadi orang, lalu Dia pun mengijinkan pemberian syafaat kepadanya”(I/1118)

Menurut Qur’an suci dan Hadits Nabi “ Semua orang yang ada di neraka apabila sudah sehat dan mampu untuk memasuki kehidupan baru, mereka akan dikeluarkan dari neraka.” Dengan dua pandangan terkait diatas, umat muslim lebih mengimani bahwa siksa neraka itu memiliki kefanaan. Sebab tak ada satupun yang menerangkan bahwa Allah tak akan mengeluarkan mereka dari neraka atau siksaan neraka itu kekal selama-lamanya. Bahkan jika kata abadan itu diartikan kekal selama-lamanya, kekekalan di neraka pada suatu saat pasti akan berhenti, karena menurut Qur’an suci ayat 6:29, kekekalan neraka yang dinyatakan dengan kata abadan diikuti dengan kalimat illa masyaa-Allah, artinya jika Allah menghendaki, Dengan demikian dapat diartikan bahwa orang-orang yang menghuni neraka ahkirnya akan dibebaskan.[15]“Dia berfirman: neraka adalah tempat tinggal kamu, kamu akan tetap disana kecuali apa yang Allah kehendaki” (6:129).
Ayat di atas menerangkan bahwa kekekalan siksa neraka pasti ada ahkirnya. Kesimpulan ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Nabi Muhammad:“Lalu Allah berfirman: Para malaikat telah memberi syafa’at dan para Nabi telah memberi syafa’at dan kaum mukmin telah memberi syafa’at dan kini tak ada lagi yang memberi syafa’at selain Tuhan yang Maha Kasih. Maka ia mengambil segenggam dari neraka dan dikeluarkan orang-orang yang tak pernah berbuat kebaikan itu” (Bu. 97:24).Dan masih banyak lagi Sahabat Nabi yang meriwayatkan seperti itu. Sehingga tidak ada keraguan pada umat muslim bahwa neraka adalah tempat untuk sementara waktu bagi orang-orang berdosa.

Sifat Neraka sebagai Tempat Penyembuhan

Neraka tidak hanya menggambarkan siksaan perbuatan jahat. Tetapi juga dimaksudkan untuk penyembuhan. Sehingga manusia dapat terlepas dari kejahatan yang ia lakukan, dengan demikian ia mampu membuat kemajuan rohani. Alasan dikatakan bahwa neraka sebagai tempat penyembuhan yakni:
·         Tujuan manusia hidup di dunia untuk menyucikan jiwa. Dan kami tak mengutus seorang Nabi disuatu kota, melainkan kami timpakan kepada penduduknya berbagai kesengsaraan dan kemalangan, agar mereka berendah hati” (7:94). Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa Allah menimpakan penderitaan kepada penduduk yang berdosa agar mereka mau bertobat , dengan kata lain agar mereka sadar akan adanya kehidupan yang lebih tinggi. Sebab perbuatan jahat menghambat manusia dalam mencapai kemajuan dan menderita. Demikianlah tujuan siksaan neraka, yakni siksaan itu dimaksud untuk penyembuhan.[16]
·         Sifat Allah yang paling menonjol adalah kasih sayang. Kasih sayang Allah dilukiskan “meliputi segala sesuatu,” sehingga orang yang semasa hidupnya berbuat jahat tak perlu putus asa, sebab Allah itu Maha Pengasih. Maka, Allah yang Maha Pengasih tak mungkin menyiksa manusia tampa adanya tujuan yang besar. Adapaun tujuannya adalah mengembalikan manusia kepada jalan yang menuju kepada kehidupan yang lebih tinggi. Maka siksa neraka bertujuan untuk membersihkan dosa.[17]
Tujuan hidup manusia adalah mengapdi kepada Allah. “Dan tiada kami ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mengapdi kepadaku” (51:52). Orang yang hidupnya penuh dosa, ia terasing dari Tuhan, tetapi setelah dosanya dibersihkan dengan api neraka, ia akan sehat kembali untuk mengapdi kepada Tuhan.


[1]Maulana Muhammad Ali, Islamologi “Paduan lengkap memahami sumber ajaran Islam, rukun iman, hukum dan syari’at Islam,” (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2016), hlm. 264
[2]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ...hlm.280
[3]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ...hlm. 169-271
[4]Diktat hlm. 110
[5]Nicolas J. Willy, Saudaraku di Serambi Iman, (Kupang: Gita Kasih 2005). Hlm. 232
[6]Jaques Jomier, How to Understand Islam, (London: The Spartan Press, 1989), hlm. 46
                [7]Sahabuddin (ed.) (et al.), Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 709.
                [8]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ...hlm. 305.

                [9]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ... hlm. 306-307.
                [10]Yohanes Harun Yuwono, Diktat Islamologi, hlm. 110.
                [11]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ... hlm. 312.
                [12]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ... hlm. 313.
                [13]Muhammad bin Ismail Al Amir Ashun’ani, Perbedaan Ulama Salaf dan Khalaf tentang Keabadian Neraka, (Jakarta: Al Maktab Al Islami, 2004), hlm. 35
                [14]Muhammad bin Ismail Al Amir Ashun’ani, Perbedaan Ulama Salaf dan Khalaf, …, hlm. 36
                [15]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ..., hlm. 315.

                [16]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ..., hlm. 310
                [17]Maulana Muhammad Ali, Islamologi, ..., hlm. 311

Komentar

Postingan Populer