Islam Shi'ah


Perpecahan pertama yang terjadi dalam komunitas Islam adalah pada perebutan kekuasaan antara khalifah ke-empat yaitu ‘Ali ibn Thalib dengan Mu’awiyah ibn Sufyan yang merupakan seorang gubernur Syiria[1]. Peristiwa perebutan kekuasaan ini berakhir pada terbunuhnya ‘Ali ibn Thalib pada tahun 661 kemudian Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah dan dengan begitu dimulai jugalah masa pemerintahan Umaya. Hal itulah yang menjadi perpecahan awal dalam komunitas Islam. Dengan itu ingin disampaikan bahwa sebelum dan sesudah peristiwa itu sebenarya ada banyak gesekan atau konflik yang  muncul dalam komunitas Islam.
Perselisihan antara ‘Ali ibn Thalib dengan Mu’awiyah adalah hal utama yang menyebabkan perpecahan aliran yang pertama dalam Islam. Perpecahan ini memunculkan tiga kelompok berbeda yang berlangsung sampai pada saat ini. Dua kelompok utama adalah Shi’ah yang berarti partai atau kelompok dari ‘Ali ibn Thalib dan kelompok Kharajiah ( dari bahasa Arab kharaji- khawarij, jamak) yang berarti pergi memisahkan diri[2]. Kelompok Kharajiah ini memisahkan diri dari partai ‘Ali  dan kemudian juga dari Mu’awiyah. Kelompok yang menerima pemerintahan Mu’awiyah pada akhirnya akan dikenal dengan sebutan Islam Sunni.
Selanjutnya, perpecahan yang terjadi dalam komunitas Islam ini memunculkan aliran pemikiran teologis yang berbeda satu sama lain. Bagi kelompok Kharajiah dan Shi’ah, yang pada akhirnya akan berbeda pendapat, meyakini bahwa keselamatan manusia akan ditentukan oleh seorang pemimpin di seputar nama ‘Ali dan keturunannya. Shi’ah meyakini bahwa kepemimpinan haruslah mengikuti sistem zaman dahulu seperti kepemimpinan Muhammad. Mereka percaya dan setia pada tradisi Muhammad. Sedangkan aliran kelompok Kharajiah lebih percaya kepada pemimpin yang bukan sekadar manusia biasa, melainkan seorang kharismatis. Berbeda dengan kelompok ketiga, mereka lebih meyakini bahwa keselamatan bukan ditentukan oleh pemimpinnya, melainkan komunitas atau kelompok itu sendiri. Hal ini dapat menimbulkan bermacam-macam kelompok lagi karena memiliki kharismatis atau karakter tertentu.[3]

Pengertian

Kata Syi'ah berasal dari شاع – يشيع - شيعا berarti menyiarkan, menyebarkan (khabar) sama dengan firqah. Lafadz Syi'ah berarti golongan ( فرقة ) kalimat ini digunakan untuk satu orang, dua orang atau banyak, baik laki-laki maupun perempuan. Syi'ah dapat juga berarti pengikut, partai, kelompok, perkampungan atau partisan, atau dalam pengertian yang lebih longgar, Syi'ah berarti pendukung.[4]
Sementara pengertian Syi'ah secara terminologi dapat dikemukakan beberapa pendapat sebagai berikut: disebutkan bahwa Syi'ah adalah sekelompok Muslim yang percaya bahwa kepemimpinan sesudah Rasulullah SAW wafat adalah Ali. Syi'ah adalah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad SAW. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Syi'ah adalah sebuah golongan dalam Islam yang secara khusus merupakan pendukung setia Ali dan meyakini Ia sebagai khaifah/imam pertama atas dasar nash dan wasiat Nabi serta mentaati pemimpin yang diangkat dari keluarga dan keturunannya baik dalam kehidupan keduniaan maupun keagamaan.
Perbedaan yang paling mendasar antara Islam Syi'ah dan Sunni terletak pada persoalan khilafah (imamah). Bagi Syi'ah imamah adalah suatu masalah penting dan prinsipil, karena merupakan bagian dari akidah dan mempunyai posisi sentral serta perwujudan dari lutf (anugerah) terhadap makhluk-Nya sebagaimana Nubuwah. Adapun hal-hal prinsip dalam akidah Syi'ah adalah: Tauhid, Nubuwah, keadilan ilahi, imamah dan hari kebangkitan. Sedangkan dalam Islam Sunni persoalan imamah (khilafah) tidaklah sepenuhnya ditolak.
Shi’ah merupakan sekte yang paling tua dalam agama Islam. Meskipun Shi’ah sering diidentikkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Persia, namun sejarah awal menunjukkan bahwa meraka berasal dari bangsa jazirah Arab. Ide khas Shi’ah sebenarnya mengadopsi sistem kekeluargaan bangsa Arab. Bangsa Arab selalu didasarkan pada perlawanan kepada kelompok lain dan mempertahankan kehormatan kelompok atau keluarga sendiri. Ide ini diadopsi oleh aliran Shi’ah dengan menekankan bahwa garis keuturunan keluarga memiliki kualitas khusus. Mereka melihat bahwa klan (garis keturunan) Muhammad SAW merupakan garis keturunan yang sempurna[5]. Keluarga atau keturunan bagi Shi’ah dimengerti sebagai keturunan Muhammad melalui ‘Ali dan Fathimah.

Pemikiran Tentang Imam dan Pemimpin

Rantai keturunan yang berasal dari Muhammad melalui ‘Ali dan Fathimah mejadikan pemimpin kharismatis Shi’ah menjadi sangat khusus. Pada tahun 658 para pengikut ‘Ali datang kepadanya dan mengatakan akan menjadikan kawan bagi siapa saja yang menjadi kawan ‘Ali dan akan menjadikan musuh bagi siapa saja yang menjadi musuh ‘Ali[6].
‘Ali selama hidup didukung oleh kaum Anshar, yaitu para Muslim Madina. Para pendukungnya sepakat dengan’Ali dalam memberikan tekanan akan sabiqa atau prevelege. Hal itu menempatkan ‘Ali dan kaum Anshar di atas semua orang termasuk suku Quraishi, terutama bagi Ummayah dan pendukungnya. Kaum Anshar memilih ‘Ali karena mereka tidak menemukan orang yang tepat diantara mereka sendiri.
Dalam aliran Islam Shi’ah ini hanya ada satu pemimpin. Mereka meyakini bahwa ‘Ali memiliki keistimewaan sebagai pengganti Muhammad karena kaitannya dengan Klan Hasyim. Ketika ‘Ali meninggal, ia digantikan oleh keturunannya yaitu Hasan dan Husayn, dan selanjutnya berkembang lebih lanjut bahwa pemimpin akan memilih penggantinya sebelum ia meninggal dan masih berada dalam Klan Hasyim.

Sekte Shi’ah yang Paling Penting

Aliran ini terbagi dalam beberapa sekte atau kelompok. Hal itu disebabkan karena mereka sendiri berasal dari berbagai bangsa yang memiliki kecenderungan dan dorongan. Di antara mereka ada kelompok ekstrim yang menganggap bahwa ‘Ali mempunyai sifat kenabian bahkan mempunyai sifat ketuhanan. Kelompok ini adalah kelompok Saba’iah yang bahkan menuduh kafir terhadap orang yang tidak sependapat dengan mereka. Di antara kaum Shi’ah, ada tiga sekte yakni:
1.      Aliran Al-Zaidiah
Al-Zaidiah adalah para pengikut Zaid bin ‘Ali bin Al-Husain yang dikenal sebagai pemberani, berilmu luas dan kuat dalam berargumentasi. Keberaniannya itu yang akan membawa dia menuju kematian karena membela dakwahnya. Sekte Zaidiah ini merupakan sekte yang paling bersikap netral dan paling dekat dengan Ahl al-Sunnah. Mereka bisa menerima kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, walalupun mereka memprioritaskan bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah keturunan Fatimah yaitu, al-Hasan dan al-Husain[7]. Mereka memberi syarat jika ingin menjadi pemimpin atau imam, mereka harus menguasai agama dan mampu berijtihad.
Mengenai masalah teologis, kaum Zaidiah pada awalnya dekat dengan kaum Salaf. Mayoritas pengikut Zaidiah mengatakan bahwa Allah SWT adalah sesuatu yang tidak seperti sesuatu yang lain; tidak serupa dengan sesuatu yang ada. Dalam menilai sifat Allah, kelompok Zaidiah harus bertumpu pada informasi yang dibawa oleh teks-teks agama[8].
2.      Aliran Shi’ah Al-Isna Al-‘Asy’ariah
Aliran ini adalah salah satu cabang sekte Al-Imamiyah yang bersumber pada ‘Ali Karrama Allah Wajhah dan berakhir pada Muhammad al-Mahdi. Menurut mereka, al-Imamah setara dengan nabi. Tugasnya adalah menerima wahyu, menafsirkannya dan menentukan jalan yang benar bagi umat Islam. Kaum Isna Asy’ariah ini menganut teori al-Tanzah dan al-Tajrid yang artinya me-Maha Suci-kan dan me-Maha Abstrakkan Allah[9].
3.      Aliran Isma’iliah
Ada pendapat bahwa Isma’iliah dihubungkan dengan Ismail, Imam ketujuh dan anak tertua dari Ja’far al-Sadiq. Aliran ini merupakan sekte Shi’ah yang paling banyak melakukan kajian. Mereka hendak memfilsafatkan ajaran mereka bersamaan dengan akidah Islam dengan memasukkan pemikiran-pemikiran antara Timur dan Barat. Ajaran teologi mereka berlandaskan pada prinsip bahwa manusia tidak mampu mempersepsikan Zat Ilahi[10]

Kaum Syi’ah, sejak menjadi pengikut Ali sesudah peristiwa perang jamal dan shiffin, terpecah menjadi empat golongan:
1.      Syi’ah yang mengikuti Sayyidina Ali., mereka tidak mengecam para sahabat. Dalam diri mereka terdapat rasa cinta dan memuliakan para sahabat Nabi SAW. mereka sadar betul bahwa yang mereka perangi adalah saudara sendiri.
2.      Tafdhiliyah. Mereka yang mempercayai bahwa Sayyidina Ali memiliki derajat yang lebih tinggi daripada para sahabat lainnya. Ali memperingatkan mereka dengan keyakinan ini dan akan menghukumi dera bagi para sahabat yang masih berkeyakinan tersebut. Kelompok Syi’ah sekarang, mereprentasikan kelompok ini.
3.      Abdullah bin Saba. kelompok ini berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah kafir dan berdosa besar. Mereka disebut saba’iyah.
4.      Kelompok ghulat, yaitu mereka yang paling sesat, paling bid’ah di antara empat kelompok di atas. Mereka berpendapat bahwa Allah telah masuk pada diri Nabi Isa.

Penutup

Dalam kesektean atau alirannya, Shi’ah bertingkat-tingkat. Maka tidak heran bahwa Shi’ah memiliki banyak aliran dengan pandangannya masing-masing. Tetapi dengan sendirinya, Shi’ah berbeda pendapat dengan kaum Sunni, Ahl al-Sunnah. Mereka menciptakan perpecahan yang paling besar dalam sejarah Islam. Pada masa sebelumnya Islam dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran bahkan kepada cara memperoleh kekuasaan dalam jabatan. Selanjutnya, Islam dipenuhi dengan berbagai macam aliran atau sekte-sekte yang hingga kini masih hidup dan berlanjut.


[1] Yohanes Harun Yuwono, ‘Ilmu Al-Kalam, (Pematangsiantar: STFT St. Yohanes, 2002), hlm. 5.
[2] Yohanes Harun Yuwono, ‘Ilmu..., hlm. 5.
[3] Yohanes Harun Yuwono, ‘Ilmu..., hlm. 7.
[4] Musa al-Kadzim, The Enciclopedia American International,( Jakarta : Hadiakarya,1973) , hlm.76.
[5] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995) , hlm. 88.
[6] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori..., hlm. 89.
[7] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori..., hlm. 90.
[8] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori..., hlm. 91.
[9] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori..., hlm. 92-94.
[10] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori..., hlm. 95-98.

Komentar

Postingan Populer